NTT, IMC - Sidang lanjutan penyampaian eksepsi perkara
pencemaran nama baik Drs. Kennedy, M. Pd. selaku Wakil Rektor III Universitas
Muhamadiyah Kupang berlangsung di Pengadilan Negeri Kupang pada Selasa, 3 April
2018. Tampak hadir kedua terdakwa Amin Tahir dan Sadikun Karabi masing-masing
selaku Ketua dan Sekretaris Pemuda Muhamadiyah Wilayah Nusa Tenggara Timur.
Kedua terdakwa didampingi Bisri Fansyuri LN, SH dan Anna Rulia, SH selaku
Penasehat Hukum dari Law Firm Akhmad Bumi & Rekan, tampak hadir Jaksa
Penuntut Umun Umarul Faruq, SH. Sidang dimulai pukul 09.10 wita dan
selesai pukul 09.35 wita dengan agenda penyampaian eksepsi oleh Penasehat
Hukum. Sidang di pimpin Eko Wiyono SH.,M.Hum selaku hakim Ketua, Tjokorda
P. B.Pastima SH., MH, Prasetio Utomo, SH masing-masing selaku hakim anggota.
Copian eksepsi yang
diterima media ini pada Selasa, (3/4/2018), Penasehat Hukum menilai formulasi
dakwaan Jaksa Penuntut Umum diuraikan dengan tidak cermat, jelas dan lengkap.
Penasehat Hukum meminta Majelis Hakim menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Batal Demi Hukum.
Ada dua hal yang
dirumuskan dalam dakwaan, pada Hal. 1 tertulis : “...Saat terdakwa *AMIN TAHIR
alias AMIN selaku Ketua Pimpinan Pemuda Muhamadiyah NTT dan terdakwa SADIKUN
KARABI alias SADIKUN selaku Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhamadiyah NTT*
melakukan unjuk rasa di depan kampus Muhamadiyah Kupang bersama beberapa
anggota lainnya...”.
“...Bahwa terdakwa AMIN
TAHIR dan terdakwa SADIKUN sebelumnya pada tanggal 20 Februari 2017 juga pernah
mengirim surat pernyatan sikap yang di tadatangani oleh Terdakwa AMIN TAHIR
alias AMIN selaku Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhamadiyah NTT dan SADIKUN
KARABI alias SADIKUN selaku Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhamadiyah NTT
dikirimkan kepada Rektor Muhamadiyah Kupang yakni saksi Prof. Dr. H. Sandi
Maryanto, M.Pd...” (Hlm. 2).
Menurut Bisri Fansyuri
dan Anna Rullia, rumusan atau formulasi dakwaan demikian, pada pokoknya JPU
mendakwa terdakwa Menista dengan surat dilakukan terhadap terdakwa AMIN TAHIR
dan SADIKUN KARABI dari sebab menjalankan jabatannya dengan sah selaku Ketua
dan Sekretaris Ikatan Pemuda Muhamadiyah Nusa Tenggara Timur.
Posisi terdakwa sebagai
pribadi dan terdakwa sebagai Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda
Muhamadiyah NTT tidak diuraikan secara jelas dan lengkap.
"Itu Pernyataan
sikap resmi Ormas Pemuda Muhamadiyah NTT, ditulis diatas kop surat,
ditandatangani para terdakwa selaku Ketua dan Sekretaris Pemuda Muhamadiyah
NTT, di cap/stempel resmi Organisasi. Pernyataan sikap resmi Ormas di
Pidanakan, disini letak tidak jelasnya dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” jelas
Bisri.
Lebih lanjut Bisri
menjelaskan, kata-kata yang dikutip Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan saat
terdakwa orasi di kampus dengan kata-kata "Drs. Kennedy, M. Pd sebagai
penipu mahasiswa dan makan uang" itu uraian dakwaan yang tidak lengkap.
Kata-kata tsb adalah kutipan dari pernyataan Hadi Abrar sebagai korban penipuan
Drs. Kennedy, M. Pd yang telah menerima sejumlah uang dengan janji akan
diberikan beasiswa bidik misi, tapi janji itu tidak ada realisasinya hingga
mahasiswa menjadi korban tidak kuliah.
Baca juga : Sidang Ketua dan Sekretaris Pemuda Muhamadiyah Wilayah NTT di Pengadilan Negeri Kupang Ditunda
“Para terdakwa dalam
orasi menyampaikan pernyataan Hadi Akbar tsb yang telah diberitakan secara luas
melalui media zona line news tgl 16 Januari 2017. Judul berita di media zona
line news "Mahasiswa Muhamadiyah Kupang merasa ditipu Wakil Rektor
III". Sedangkan orasi para terdakwa yang dilakukan di kampus Universitas
Muhamadiyah Kupang pada bulan Oktober 2017. Jarak waktunya cukup jauh. Berita
zona line news bulan Januari yang memuat pernyataan Hadi Abrar yang ditipu
Wakil Rektor III Universitas Muhamadiyah Kupang, sedang orasi bulan Oktober
2017. Kata-kata ‘penipuan’ ini lahir
dari pernyataan Hadi Abrar, seharusnya JPU menguraikan secara tuntas, tidak
setengah-setengah,” jelas Bisri.
“Ini dakwaan cukup
prematur. Di satu sisi JPU merumuskan Orasi dan Pernyataan sikap Organisasi
Ikatan Pemuda Muhamadiyah NTT yang ditafsirkan sebagai perbuatan pidana, di
saat bersamaan dirumuskan tanggungjawab pidana kepada terdakwa, penekanan hukumnya
jadi kabur,” jelasnya.
Bisri menambahkan dalam
eksepsi juga dipersoalkan pasal penyertaan, pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. JPU
memasukan pasal penyertaan tapi tidak menguraiakan peran para terdakwa. Tidak
diketahui siapa pelaku penyuruh dan siapa pelaku turut serta.
Dalam dakwaan Primair dan
Subsidair dirumuskan dengan kata-kata, “...sebagai orang yang melakukan,
menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan...”.
“Rumusan demikian
tidak jelas. Tidak diketahui terdakwa AMIN TAHIR dan SADIKIN KARABI siapa
yang menjadi pelaku penyuruh, siapa yang menjadi pelaku turut serta, tidak di
uraikan dalam dakwaan. Kedua terdakwa memborong semua peran, ya sesuatu yang
tidak masuk akal, dakwaan semacam ini lemah, karena tidak mungkin ada pelaku
tindak pidana yang berperan sebagai orang yang melakukan disaat bersamaan
sebagai orang yang turut serta melakukan atau tidak mungkin Terdakwa Amin
Tahir, Sadikin Karabi bersama-sama sebagai orang yang melakukan sekaligus kedua
terdakwa itu juga sebagai turut serta melakukan, logikanya tidak masuk,” tegas
Bisri.
“Jika rumusan dakwaan
demikian, konsekwensinya jika begitu yang satu tidak terbukti sebagai orang
yang melakukan, maka yang lain turut serta tidak perlu dibuktikan lagi, karena
Penuntut Umum memborong dua peran sekaligus dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
yang dilakukan seorang Terdakwa Amin Tahir dan Sadikin Karabi, inilah dinamakan
dakwaan yang disusun dengan tidak cermat dan prematur,” terangnya.
“Apabila JPU ragu-ragu
dalam menerapkan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai orang yang melakukan atau
turut serta melakukan, maka Surat Dakwaan dibuat menjadi dua alternatif dengan
memisahkan uraian unsur-unsur sebagai pelaku atau pelaku yang turut serta (pada
dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair), ini lebih memungkinkan dalam hal
pembuktiannya,” jelasnya.
Dalam praktek peradilan
pidana, hal ini bukanlah hal yang sederhana dan sepele. Karena berdasar
Yurisprudensi MA-RI Nomor 1109/K/Pid/1987, tanggal 2 Juli 1989 yang menyatakan
bahwa “formulasi Surat Dakwaan yang menyebutkan “...Terdakwa sebagai orang yang
melakukan atau Terdakwa sebagai turut serta bersama-sama saksi, terdakwa
menganjurkan saksi ...dst.” adalah Obscuur libellum, tidak memenuhi ketentuan
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan berakibat BATAL DEMI HUKUM karena tidak
memenuhi syarat materil”, jelas Bisri.
Sidang lanjutan digelar
pekan depan hari Selasa, 10 April 2018 dengan agenda mendengarkan tanggapan JPU
atas eksepsi Penasehat Hukum. (red)
Tags
NTT