Lembata, IMC - Pemerintah Lembata melalui Plh. Sekretaris Daerah dan Plt. Kepala Dinas PU Kabupaten Lembata menegur Yayasan al-Ghafiriah yang mendirikan sekolah di Desa Dikesare, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata.
Teguran itu disampaikan Pemerintah Lembata melalui surat kepada pihak Yayasan yang copiannya diterima Media ini pada Rabu, 21 Maret 2018. Dalam surat yang ditandatangani Anathasius Aur Amuntoda, SE., MM selaku Plh. Sekretaris Daerah Kabupaten Lembata dan Antonius Soge Kohun, ST selaku Plt. Kepala Dinas PU Kabupaten Lembata menjelaskan bangunan sekolah tsb tidak sesuai rencana tata ruang dan tidak memiliki ijin mendirikan bangunan. Menurut Pemerintah Lembata gedung sekolah yang sudah dibangun harus dibongkar.
Menanggapi rencana Pemda Lembata membongkar sekolah tersebut, hasil pantauan media ini para netizen di media sosial Facebook ramai-ramai "menghujat" dan protes berupa kritik ke Pemda Lembata.
Yohanes Nuban memberi kritik di sosial media Facebook "sekolah dirujab saja". Smiyth Sid, nama tertera di akun facebook mengatakan "nanti bangunannya disamping restoran terapung, biar anak-anak pulang sekolah bisa langsung cari siput jual disitu, hitung-hitung tambah uang jajan". Anso Lamawato mengatakan "bangun sekolah terapung itu baru betul". Masih banyak ratusan netizen yang menghujat, mencibir dan memberi kritik keras ke Pemda Lembata.
Emanuel Belida Wahon, SH selaku kuasa hukum Yayasan Afro Al-Ghafiriah dari Kantor Hukum Akhmad Bumi & Rekan saat dihubungi media ini pada Selasa, 20/3 di Lembata menjelaskan kami sudah pelajari semua dokumen termasuk surat dari Pemda Lembata kepada Yayasan, mendengar keterangan pihak Yayasan, mengecek informasi warga setempat dan bedah kasus. Hampir satu minggu kami mendalami kasus ini, kami sudah temukan titik lemah Pemda yang melanggar hukum jika dibongkar. "Ya, kami lawan menurut kepatutan hukum, semua perangkat dan perangkap kami sudah siapkan. Pengadilan benteng terakhir melawan kesewenang-wenangan penguasa," jelas Eman.
Akhmad Bumi, SH melalui sosial media Facebook (Selasa, 20/3) menjelaskan sekolah tsb dibangun atas permintaan masyarakat setempat kepada Yayasan Afro Al Ghafiriyah Lembata yang sudah membuka sekolah di desa Atuq Waq Lupang, kecamatan Buyasuri, kabupaten Lembata
belasan tahun lalu. Di desa Dikesare paralel dari Kedang dan sudah memiliki ijin.
"Sekolah di Dikesare di bangun di atas tanah hak milik Amir Raya Paliwala sesuai SHM No. 194 dengan luas 20.970 M2. Amir Raya Paliwala melakukan Wakaf atas tanah hak miliknya kepada Yayasan untuk membangun sekolah melalui Ikrar Wakaf. Sekolah di desa Dikesare di buka, di bangun terlebih dahulu di lakukan musyawarah antara pihak Yayasan, Keluarga Besar Suku Paliwala, Pemerintah Desa dan Masyarakat setempat lalu terjadi kesepakatan untuk dibangun," jelas Bumi.
"Yayasan tersebut di bentuk berdasar Akta Notaris, terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM RI, memiliki NPWP dan ijin domisili. Negara telah mengakui, bukan Yayasan liar. Baik tanah, bangunan dn pendidikan sah menurut hukum," jelasnya.
"Berdasarkan informasi dan keterangan dari Yayasan yang masuk di kantor Law Firm Akhmad Bumi & Rekan, lokasi tersebut konon masuk dalam pantai yang di beri nama "Pantai Sunur". Sedang di cek kebenarannya kepada pemerintah dan masyarakat setempat," tambahnya.
"Sesuai keterangan pihak Yayasan lanjut Bumi, pihak Yayasan sudah ke Kuma Resort untuk ketemu Bupati, tapi tidak dilayani, tidak mau bertemu, langsung dilarang ajudannya. Hari dan tanggal masih tercatat," urai Bumi.
"Pihak Yayasan mengurus IMB, tapi pemerintah tidak memberikan rekomendasi, alasannya karena ada perintah dari atas melarang untuk tidak memberikan rekomendasi. Ada utusan ke BPN Lembata, meminta pihak BPN untuk membatalkan sertifikat tsb, tapi pihak BPN menolak. BPN menjelaskan, sertifikat adalah dokumen negara, sudah diterbitkn sesuai prosedur, tidak ada yang salah," jelas Bumi.
"Alasan bahwa lokasi tanah tersebut adalah area pariwisata, Bumi pertanyakan sejak kapan pemerintah membebaskan tanah milik warga tersebut menjadi tanah milik Pemda untuk kepentingan pariwisata?" Tanya Bumi.
Lokasi tersebut yang di bangun sekolah adalah tanah hak milik yang sudah diwakafkan. Lokasi tersebut bukan tanah hak pengelolaan yang dikuasai oleh negara tapi diberikan kepada warga untuk mengelolah.
"Bukan juga tanah sisa (bukan tanah hak, bukan tanah wakaf, bukan tanah hak pengelolaan, bukan tanah kaum, bukan pula tanah kawasan hutan) tapi lokasi tsb adalah tanah hak milik, yang telah dilekati hak oleh negara, masa negara mengingkari hak yang telah diberikan dengan logo garuda di depan sertifikat?. Sertifikat itu bukti otentik terkuat, tidak sama dengan bukti lain," tegas Bumi.
Bumi menegaskan bahwa IMB bukan bukti hak, tapi syarat administrasi membangun, IMB tidak bisa menggugurkan bukti hak. Masuk ribut di area orang saja sudah pidana, apalagi bongkar hak milik orang, terkecuali ada perintah atau putusan pengadilan untuk eksekusi. Mau bongkar dasarnya apa? Pemda tidak perlu bertahan dengan sesuatu yang tidak benar menurut hukum.
" Ya, sudahlah, arif dan bijaksana jauh lebih baik, daripada dibuat malu di pengadilan berulang kali. Berkaca pada kasus sebelumnya dan belajar malu pada masyarakat masih jauh lebih terhormat dan bermartabat," jelasnya.
Juprians Lamablawa, SH., MH yang juga advokat di Law Firm Akhmad Bumi & Rekan saat dihubungi terpisah yang sedang berada di Kupang menjelaskan, tidak ada dasar Pemda Lembata membongkar sekolah tsb. Sekolah itu untuk mencerdaskan anak bangsa. Mencerdaskan anak bangsa kok di bongkar, Pemerintahnya aneh, bukannya mengamankan amanat konstitusi tentang pendidikan malah menghambat. "Ya, silahkan dibongkar kalau ada nyali," tantang Jupri.
"Itu lokasi hak milik Amir Raya Paliwala, bukan lokasi milik Pemda. Kemudian hak milik itu diwakafkan melalui ikrar wakaf, itu sah menurut hukum. Pemda lebih cerdaslah belajar hukum dan belajar bijak, biar tidak membodohi masyarakat di kampung," jelasnya.
Lanjut Jupri, kami bertindak atas nama pemberi kuasa, menjunjung tinggi sumpah advokat, menjaga kepentingan dan rahasia klien serta bertanggungjawab penuh sesuai tugas dan tanggungjawab profes. (red)