Jakarta, IMC - Bunga-bunga bertebaran di Balai Kota
Jakarta hari-hari ini. Bahkan, karena begitu banyaknya rangkaian bunga yang
hadir ke pusat pemerintahan ibukota negara itu, jejeran bunga aneka rupa
melampaui pagar halaman Balaikota, memanjang mengular hingga menuju halaman
Tugu Monas dan Istana Negara.
Jika dalam
beberapa hari ini masih ada bunga-bunga lagi yang dikirim ke tempat itu, bukan
tidak mungkin hamparan bunga mekar dapat memenuhi hamparan Monas dan
sekitarnya. Jadilah pemandangan serba putih beberapa waktu lalu berganti
menjadi warna-warni ragam kembang dan bunga menghiasi tempat yang sama. Kiasan
unik muncul tiba-tiba, ibarat usai musim salju yang dingin menyengsarakan, kini
saatnya setiap orang menikmati musim semi yang penuh warna dan keharuman bunga
di sana-sini.
Tidak sedikit
warga yang berpikir skeptis, bahkan sinis dengan kehadiran ribuan rangkaian
bunga yang ditujukan kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan
Wakilnya Djarot Saiful Hidajat atau yang populer disapa Djarot. Pertanyaan
wajar yang muncul, mengapa sang pasangan yang kalah dalam Pilgub DKI putaran
kedua 19 April 2017 lalu itu, malahan mendapatkan kiriman bunga; sementara pada
sisi lain, yang justru mainstream di benak masyarakat, pasangan Anies Baswedan
- Sandiaga Uno tidak mendapatkan kiriman bunga selayaknya sebagai pihak yang
menang di Pilgub lalu?
Terlepas dari
pro-kontra atas bermekarannya rupa-rupa bunga warga di Balaikota itu, sangatlah
penting untuk melihat, menelaah, dan mengambil hikmah dari fenomena langka
tersebut. Ini penting sekali sebagai pelajaran alami bagi kita, bahkan bisa
menjadi pondasi pembentukan sikap dan karakter bangsa kemasa depan. Jika tidak,
maka benarlah anggapan orang luar sana bahwa bangsa Indonesia itu pada dasarnya
adalah bangsa kuli, yang ruang otaknya tidak lebih besar dibandingkan otak
orang utan atau simpanse.
Bunga
diciptakan bersamaan dengan penciptaan dunia ini. Jika, manusia justru hadir
terkemudian dari mahluk yang lain, maka dapat dikatakan bahwa bunga tercipta
lebih dahulu dari manusia. Mengapa bunga mesti hadir lebih dahulu dari kita?
Amat mungkin, Tuhan menyediakan segala keindahan memenuhi dunia tempat manusia
yang akan diciptakannya kelak, sehingga dengan keindahan bunga-bunga di sana
sini, manusia akan merasa teduh, damai, nyaman dan tenteram; betah tinggal di
bumi.
Bunga adalah
sumber keharuman di setiap tempat tumbuhnya. Keharuman alami yang menjadi
penyegar hidup dan kehidupan setiap mahluk, terutama manusia. Dalam banyak
penelitian, bau harum bunga tidak hanya berfungsi menyegarkan alam dan
ruang-ruang tempat manusia berdiam, namun juga dapat menjadi obat terapi yang
ampuh menyembuhkan berbagai penyakit, terutama sakit yang disebabkan oleh beban
pikiran berat, traumatik, dan stress. Lihatlah, betapa banyak tempat-tempat
pengobatan tradisional dan moderen yang menggunakan bunga sebagai salah satu
bahan pengobatan utama.
Penggunaan
bunga-bunga sebagai simbol dalam penyampaian pesan khusus telah digunakan
manusia sejak abad-abad pertama peradaban manusia. Sejarah mencatat, abad ke-8
Sebelum Masehi (SM), masyarakat Yunani kuno telah menjadikan bunga sebagai
bahasa simbol, sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada orang atau pihak
lain, juga kepada pencipta alam semesta. Secara umum, bunga diartikan sebagai
kehidupan baru, kebangkitan, dan kematian; dimaknai sebagai kesucian dan
kesungguhan hati. Bunga juga selalu dihubungkan dengan kemudaan, kecantikan,
dan rasa senang. Di banyak komunitas, bunga juga dipandang sebagai simbol
keagungan, ketegaran, cinta, kepasrahan, hingga kepada kerapuhan.
Warna dan
jenis bunga yang berbeda juga sering dimaknai dengan pengertian yang berbeda.
Bunga berwarna putih hampir selalu diartikan sebagai kesucian dan kemurnian
hati, niatan yang baik, dan penerimaan yang sepenuhnya. Sementara warna hitam
diasosiasikan sebagai kegelapan, niat kurang baik, dan pemberontakan. Bunga
berwarna merah, selain diartikan sebagai keberanian dan ketangguhan, juga boleh
dimaknai sebagai kerelaan berkorban bagi sesuatu yang diperjuangkan atau
diidolakan. Jika seorang wanita mengharapkan kado ulang tahun setangkai bunga
tulip warna violet atau ungu, misalnya, artinya ia ingin lebih dekat dan
mendambakan rasa aman-nyaman dari Anda.
Sejak
awal-awal mula peradaban manusia, terutama saat berkembangnya berbagai
kepercayaan dan agama, bunga menjadi bagian penting dari rangkaian ritual yang
dilakukan manusia. Masyarakat Hindu, Budha, Konghucu, Yahudi, dan Kristen
banyak dijumpai menggunakan bunga, baik sebagai medium penyembahan, maupun
sebagai ornamen dan pengharum lingkungan tempat peribadatan. Bunga, secara sadar
atau tidak, mampu menghadirkan suasana spiritual yang dibutuhkan setiap
penyembah dalam ritual-ritual keagamaan dan kepercayaan manusia di berbagai
belahan dunia.
Seseorang
tidaklah perlu beragama tertentu untuk mampu merasakan nuansa spiritual dan
kekuatan tertentu di suatu tempat dan kondisi yang menghadirkan bunga bersama
aromatiknya di tempat itu. Terutama, bila ada bunga-bunga tertentu, seperti
bunga kemboja, kantil, melati, kenanga, dan bunga mawar. Ramuan bunga-bunga
yang biasanya tersaji dalam bentuk sesajen dan air mandi kembang, dapat membawa
setiap orang ke dalam suasana magis yang tidak jarang bisa mengirim seseorang
ke alam bawah sadar, alam roh, alam gaib, atau alam "sana", apapun
nama alam itu.
Pada sisi yang
lain, jangan lupa bahwa bunga juga bisa dimaknai sebagai petaka. Seperti telah
disebutkan di atas, bunga warna hitam dapat melambangkan kegelapan dan sifat
jahat, bunga mawar berduri senantiasa dimaknai sebagai bahaya dan nasib sial.
Namun, warna hitam dan bunga berduri yang dihadirkan sebagai simbol menakutkan
dan mencelakakan adalah dalam rangka memberikan "tanda bahaya" kepada
manusia agar berhati-hati selalu dalam segala sikap, tindakan, dan perbuatan.
Mawar berduri semestinya dimaknai sebagai ungkapan _"Eling lan Waspodo"_
bagi kita.
Apapun
motivasi para pengirim bunga, entah dari manapun bunga itu dipesan, apapun juga
warna dan bentuk serta ukuran rangkaian bunga yang bertaburan di Balaikota,
tempat Gubernur DKI Jakarta berkantor menjalankan pemerintahan di kota ini,
satu hal yang pasti, ada pesan simbolik yang ingin disampaikan kepada yang
dituju, yakni Ahok dan Djarot. Bunga-bunga itu, secara langsung maupun tidak
langsung, juga sesungguhnya memberikan pesan kepada publik tentang nuansa hati,
perasaan, dan aspirasi sang pengirim bunga.
Oleh karena
itu, mengakhiri tulisan ini, kita berharap agar masing-masing pihak, dari
pengirim bunga, penerima bunga, hingga publik penikmat bunga-bunga di Balaikota
itu, mampu menyelami pesan-pesan simbolik yang ingin disampaikan kepada semua
kita. Berkaca dari rangkaian panjang peradaban manusia yang senantiasa dekat
dengan bunga-bunga, biarlah setiap anak bangsa ini mendapatkan percikan
pengharapan, kedamaian, dan persahabatan yang akan menjadi emas-permata bagi
rajutan kebangsaan Indonesia yang berbhinneka ini.
Mari, katakan
cinta dengan bunga, agar terwujud keindahan alam seperti yang diungkapkan Maud
Hart Lovelace, _"It was June, and the world smelled of roses. The sunshine
was like powdered gold over the grassy hillside." (red)
*) Penulis
adalah;
1) Alumnus PPRA Lemhanas 2012;
2) Ketua Umum PPWI
3) Mantan Ketua Bidang Kajian Hukum DPD RI
1) Alumnus PPRA Lemhanas 2012;
2) Ketua Umum PPWI
3) Mantan Ketua Bidang Kajian Hukum DPD RI
Tags
Ragam