Jakarta,IMC-KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan KPPAD
Kepulauan Riau (KEPRI) menerima laporan mengejutkan terkait adanya siswa yang
dimasukan dalam sel tahanan di sebuah SMK swasta di Batam. Dalih penahanan
seorang anak diduga atas nama mendisiplinkan karena ada pelanggaran yang
dilakukan siswa di sekolah tersebut. Menurut informasi yang diterima
KPAI, lama penahanan tergantung tingkat kesalahan, bahkan ada siswa yang
mengalami penahanan lebih dari satu hari.
KPAI juga mendapatkan informasi
bahwa hukuman fisik kerap dilakukan di sekolah tersebut atas nama menertibkan
siswa. Bahkan kasus terakhir yang dilaporkan ke KPPAD KEPRI, sang siswa
nerinisial RS (17 tahun) yang diduga melakukan pelanggaran berat mengalami
kekerasan dengan sampai tangannya di borgol dan mengalami tekanan psikologis
karena merasa di permalukan di media social (cyber bully).
KORBAN
MENGALAMI TRAUMA BERAT
Pada 8 September 2018 yang lalu, RS
mendapatkan hukuman fisik berupa disuruh berjalan jongkok di perkarangan
sekolah yang beraspal dalam kondisi tangan masih diborgol dan disaksikan
teman temannya yang lain. Akibat kejadian itu, kedua telapak kaki korban
mengalami luka lecet. Setelah itu, dilakukan upacara pelepasan atribut sekolah
di lapangan sekolah.
Menurut orangtua RS, mereka
sangat terkejut karena dikirimi foto-foto penangkapan dan sidang
disiplin anaknya lewat WA yang dikirim oleh oknum ED selaku pembina sekolah
dari HP milik anaknya yang disita pihak sekolah. Hal yang sama juga dikirim ED
ke beberapa orang lainnya seperti famili korban di Pekanbaru, Singapura,
tetangga dan temannya. Foto profile penangkapan tersebut juga dijadikan foto
profile WA.
Foto-foto ananda RS saat
dihukum juga dikirim lewat Instagram sehingga banyak yang tahu. Tindakan
tersebut membuat keluarga korban malu dan marah. Apalagi saat dimasukkan ke
medsos dibumbui dengan cerita yang tidak benar seperti RS dituduh telah
melakukan pencurian, mengedarkan narkoba, dan melakukan pencabulan terhadap
pacarnya.
Kekerasan fisik dan cyber bully yang
dialami ananda RS mengakibatkan ananda mengalami trauma berat secara
psikologis. Ananda membutuhkan rehabilitasi medis maupun psikis.
POLA
PENDIDIKAN DENGAN KEKERASAN DAN SEMI MELITER
RS bersekolah di salah satu SMK
swasta di kota Batam. Sekolah tersebut sudah beroperasi selama 5 tahun. Sekolah
ini banyak dikendalikan oleh ED yang kebetulan seorang anggota kepolisian dan
sekaligus pemilik modal sekolah ini, ada satu orang lagi pemilik modal yang
kebetulan menjabat sebagai Kepala Sekolah di sekolah ini. ED inilah yang diduga
menjadi pelaku yang memborgol dan menampar ananda RS. ED sehari-hari
membina latihan fisik, baris berbaris hingga sering menginap di sekolah,
terkadang ED juga menjadi Pembina upacara. Sekolah ini mempunyai asrama untuk
beberapa siswa, tidak semua orangtua siswa setuju dengan sistem asrama karena
memberatkan biaya.
“Menurut informasi yang
diterima, Proses belajar mengajar tidak berjalan sebagaimana mestinya karena
kurang porsi jam belajar dengan guru lainnya. Siswa tidak fokus belajar,
tapi fokus latihan semi meliter. Siswa-siswa diajarkan menembak dengan senapan
angin. Di sekolah ada terpajang beberapa senjata,”terang Komisoner Bidang
Pendidikan KPAI Retna dalam siaran Persnya di Jakarta,Rabu ( 12/9/18 )
Selain itu tambah Retno, juga mengemudikan
mobil Dalmas milik sekolah.
Ada dugaan sistem pembinaan yang dilakukan
kepada siswa juga diskriminatif, mengistimewakan siswa tertentu, melihat latar
belakang siwanya sehingga diberi peran untuk mengendalikan dan menghukum siswa
lain.
Sebelum kasus RS mencuat, pernah
terjadi kekerasan di sekolah ini terhadap siswa berinisial F. Ananda F
mendapatkan kekerasan dari beberapa seniornya sehingga juga ditahan di sel
sekolah dan ia disidang disiplin di sekolah. Foto anaknya saat pelepasan
atribut sekolah juga dimasukkan ke facebook oleh pihak sekolah sehingga membuat
malu anak dan keluarganya. Orangtua F akhirnya memindahkan anaknya ke sekolah
lain.
RENCANA
TINDAK LANJUT
Pertama, KPAI akan segera melakukan
rapat koordinasi dengan Gubenur dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan
terkait untuk membahas kasus SMK di Batam tersebut. Selain itu, KPAI juga
akan melakukan pengawasan langsung ke sekolah.
Kedua, KPAI mendorong Dinas
Pendidikan dan Inspektorat Provinsi KEPRI untuk melakukan
investigasi lebih lanjut terhadap SMK ini. Hasil investigasi dapat digunakan
oleh pihak terkait sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan/kebijakan terkait permasalahan yang terjadi.
Ketiga, KPAI mendorong Dinas
Pendidikan Provinsi KEPRI dan KEMDIKBUD RI untuk melakukan evaluasi terhadap
proses belajar mengajar dan pola pendidikan yang terjadi di SMK tersebut
selama 5 tahun ini.
Keempat, KPAI mendorong Dinas
Pendidikan dan Dinas PPPA Provinsi KEPRI untuk mengontrol dan mendampingi
Perbaikan dan perubahan pola pendidikan di SMK tersebut yang seharusnya
meninggalkan pola kekerasan, lebih sekolah ramah anak (SRA) dan sesuai
dengan aturan yang berlaku mencakup UU Sisdiknas, UU Perlindungan Anak dan UU
Sistem Peradilan Pidana Anak.
TAWURAN
PELAJAR
Lama tak terdengar kasus tawuran
antar pelajar, namun public dikejutkan oleh sejumlah kasus tawuran pelajaran
yang kembali menelan korban. Korban meninggal AH (16 tahun) yang
meninggal akibat tawuran pelajar di Jakarta Selatan.
Menurut polisi, tewasnya AH yang
diserang dengan celurit dan air keras itu bermula dari saling ejek di media
sosial. Ada 29 orang ditangkap polisi, 10 orang di antaranya sudah ditetapkan
sebagai tersangka. Polisi mengungkapkan adanya peran alumnus salah satu sekolah
yang bertikai itu sehingga tawuran terjadi. KPAI mencatat, terhitung sejak 23
Agustus 2018 hingga Sabtu (8/9/2018), sedikitnya telah terjadi empat kali
tawuran di wilayah berbeda (Permata Hijau, Kolong Tol JORR W2, Jalan Cileduk
Raya wilayah Kreo dan Jalan Cileduk Raya wilayah Kota Tangerang).
Berdasarkan data di bidang
pendidikan, kasus tawuran pelajar yang tercatat di KPAI terus mengalami
penurunan sejak 2014-2017. Pada tahun 2014 total kasus tawuran di bidang
pendidikan mencapai 24%, tahun 2015 menurun menjadi 17,9% turun lagi di tahun
2016 menjadi 12,9% dan tahun 2017 juga 12,9%. Data berasal dari beberapa daerah
di Indonesia.
Pola tawuran antar pelajar
akhir-akhir ini kerap dipicu oleh masalah sepele seperti saling ejek dan
membully di media social. Mereka pun kerap “janjian” tawuran melalui media
social, seperti menentukan tempat dan waktu tawuran, lengkap dengan jam yang
disepakati. Untuk menghindari pihak polisi, tawuran pun dilakukan pada dini
hari ketika situasi jalan masih sepi. Biasanya, para remaja ini tergabung dalam
“genk” yang melibatkan tidak hanya teman satu sekolah tetapi juga teman beda
sekolah. Jika beda sekolah, biasanya ketika di jenjang sekolah sebelumnya
mereka satu sekolah, misalnya saat SMP, namun pisah sekolah saat mereka
SMA.
Terkait
masalah tawuran pelajar tersebut maka KPAI mendorong:
(1) Penyelesaian kasus tawuran
pelajar harus melibatkan sejumlah OPD terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas
Pemuda dan Olahraga serta para kepala sekolah yang lokasi sekolahnya
berdekatan.
(2) Penyelesaian harus focus
menemukan akar masalahnya dan dilakukan pendekatan mediasi yang melibatkan
orangtua siswa.
(3) Para orangtua dan guru harus
memiliki media social dan mengetahui media social anak-anak yang berpotensi
melakukan tawuran, sehingga bisa melakukan upaya preventif
(4) Harus digelar secara rutin
berbagai kegiatan pentas seni maupun olahraga bersama antar sekolah yang kerap
tawuran sehingga energy negative bisa dihilangkan dan saat melakukan aktivitas
bersama bisa saling mengenal lebih dalam sehingga meminimalkan konflik. Asean
Games 2018 adalah contoh positif ketika ribuan pelajar dari berbagai sekolah
menyatu berlatih menari selama beberapa bulan, sehingga menghasilkan tarian
indah yang kita saksikan saat pembukaan ASEAN GAMES 2018 lalu di GBK
Jakarta. ( Rls/Mr )
Tags
KPAI