KSPI Timur: Dinilai Melanggar Hukum, Reklamasi Pantai Balauring Harus Dihentikan


Jakarta, IMC - Koalisi Selamatkan Pesisir Indonesia (KSPI) mendesak reklamasi pantai yang terletak di Pantai Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, dihentikan secara permanen karena dinilai melanggar hukum. Proyek yang dibangun di kawasan ulayat masyarakat adat Dolulolong ini, merupakan proyek pribadi Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur. Demikian rilis yang diterima media ini pada Jum'at (10/8).

KIARA yang merupakan bagian dari KSPI Timur meminta Reklamasi Pantai Balauring dihentikan secara permanen karena melanggar hukum dan merugikan masyarakat pesisir. Secara hukum, proyek ini melanggar sejumlah aturan sebagaimana yang tertulis di dalam UU No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Diantara pasal yang dilanggar adalah Pasal 21 Ayat 1 yang menyatakan "Pemanfaatan ruang dan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil pada wilayah Masyarakat Hukum Adat oleh Masyarakat Hukum Adat menjadi kewenangan Masyarakat Hukum Adat setempat," ungkap Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).

Selain itu, KIARA mencatat adanya penurunan hasil tangkapan ikan yang dialami oleh 175 keluarga nelayan. "Setidaknya keluarga nelayan di Desa Balauring kehilangan 60 kg tangkapan ikan atau setara dengan 60 ekor ikan setiap harinya setelah adanya proyek reklamasi tersebut. Sebelumnya, mereka biasa mendapatkan tangkapan sebanyak 100 ekor atau setara dengan 100 kg," tambah Susan Herawati.

Senada dengan KIARA, Forum Masyarakat Adat Pesisir Indonesia, yang merupakan bagian dari KSPI Timur, menyatakan bahwa keberadaan masyarakat adat di Kabupaten Lembata, khususnya di Kecamatan Omesuri merupakan fakta yang sangat nyata dan tak boleh dinafikan oleh Bupati Eliaser Yentji Sunur. "Masyarakat Adat Dolulolong adalah pemilik kawasan ulayat wilayah perairan di Desa Balauring. Mereka sudah ada sebelum negara ini berdiri. Bupati ingin mengingkari fakta ini demi memuluskan proyek reklamasinya," tegas Bona Beding, Koordinator Forum Masyarakat Adat Pesisir Indonesia. 

Dari sisi ekologis, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), yang juga merupakan bagian dari KSPI Timur, menyampaikan kritik tajam. Khalisah Khalid, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI menyatakan bahwa proyek ini telah merusak bukit-bukit di Kecamatan Omesuri. "Bukit-bukit ditambang, dan pasirnya diambil untuk material urukan. Saat ini sebanyak 300 ribu meter kubik pasir telah ditambang dan dijadikan bahan urukan reklamasi. Jika tak dihentikan, penambangan ini akan menyebabkan longsor dan membahayakan masyarakat," tuturnya.

Selain meminta proyek reklamasi dihentikan secara permanen, Koalisi Selamatkan Pesisir Indonesia (KSPI) Timur dan Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Dolulolong mengajak masyarakat di Indonesia untuk ikut memantau dan mengikuti perkembangan kasus reklamasi ini. "Reklamasi di Pantai Balauring ini bukan hanya permasalahan masyarakat lokal saja, melainkan persoalan seluruh masyarakat Indonesia," pungkas Umbu Wulang, Walhi NTT.

Koalisi Selamatkan Pesisir Indonesia menemukan fakta bahwa proyek Reklamasi Pantai Balauring dilelang Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan Kabupaten Lembata. Namun, proyek tersebut tidak ditemukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 10 tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 yang ditetapkan pada tanggal 15 Desember 2017 dan Peraturan Bupati Lembata Nomor 41 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Lembata Nomor 52 tahun 2017 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018 pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan kabupaten Lembata. 

Namun, walau tidak dianggarkan atau tidak ditemukan dalam APBD 2018 tapi dilelang oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata.

Proyek berupa pembangunan talud pengamanan pantai yang tersebar di 9 Kecamatan di Lembata dihapus dan angkanya ditulis nihil.

Masyarakat Adat Dolulolong melalui kuasa hukumnya, telah menggugat proyek ini ke Pengadilan Negeri Kabupaten Lembata. 

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lembata telah memutus perkara ini. Baik gugatan konvensi (gugatan asal para penggugat) maupun gugatan rekonvensi (gugatan balik tergugat) sama-sama dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).

Tergugat, dalam hal ini,  Eliaser Yentji Sunur, mengajukan eksepsi dua hal: pertama, terkait legal standing masyarakat adat Dolulolong, yang pada pokoknya mempersoalkan masyarakat adat Dolulolong tidak memiliki legal standing sebagai penggugat; dan kedua terkait eror in persona. Mengenai eksepsi legal standing oleh tergugat, Majelis Hakim menyatakan tidak beralasan secara hukum dan harus dinyatakan ditolak. Sedangkan mengenai eksepsi tentang eror in persona dikabulkan Hakim.

Menyikapi persoalan ini, Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Dolulolong mengambil langkah Banding ke Pengadilan Tinggi Kupang. Majelis Hakim dinilai mengabaikan bukti yang terang benderang, diantaranya: Pertama, copy atas asli Perda No 10 tahun 2017 ttg APBD, Dinas Pekerjaan Umum. Bukti ini menjelaskan tidak ditemukan program, kegiatan, belanja untuk Paket Pekerjaan Reklamasi Pantai Balauring senilai Rp 1.595.100.000; kedua, Bukti berupa copy atas asli Perbub No 41 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 52 tahun 2017 tentang Penjabaran APBD, Dinas Pekerjaan Umum. Bukti ini tidak ditemukan program, kegiatan, belanja untuk Paket Pekerjaan Reklamasi Pantai Balauring seharga Rp 1.595.100.000. "Kami akan Banding ke Pengadilan Tinggi Provinsi NTT karena bukti-bukti tidak dipertimbangkan Majelis Hakim," ungkap Akhmad Bumi, Kuasa Hukum Masyarakat Adat Dolulolong.(*)

Info lebih Lanjut
Koalisi Selamatkan Pesisir Indonesia (KSPI) Timur: 
Susan Herawati, Sekjen KIARA (0821-1172-7050); 
Bona Beding, Koordinator Forum Masyarakat Adat Pesisir Indonesia (0812-1878-9744); 
Mathias Ladopurap, Perwakilan Tim Kuasa Hukum Masyarakat Adat Dolulolong (0815-1411-1029); 
Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan WALHI (0812-9040-0147)
Umbu Wulang, WALHI NTT.

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال