Terkait Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Belasan Anak SD di Depok, KPAI Lakukan Pengawasan Langsung


Jakarta, IMC - Seorang oknum guru sekolah dasar di Depok dilaporkan ke kepolisian oleh sejumlah wali murid karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan murid laki-laki. Modusnya, murid laki-laki diminta untuk mengikuti perintah oknum guru. Jika tidak mengikuti, murid diancam dengan diberikan nilai yang jelek. Kejadiannya di kelas, siswa diminta membuka celananya. Modus yang juga dilakukan adalah mengajak anak-anak berenang dan jalan-jalan. 

Sehubungan dengan penanganan kasus ini oleh Polresta Depok, maka Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),  pada Senin,  11 Juni 2018 menurunkan tim untuk melakukan pengawasan langsung ke kepolisian untuk mendalami kasus sekaligus meminta progres penanganan kasusnya oleh Polresta Depok. Tim terdiri dari Susanto (Ketua KPAI) dan Retno Listyarti (Komisioner bidang Pendidikan). "KPAI juga akan bertemu pelaku untuk mendalami profile guru sebelum dan selama menjadi pendidik,"ujar Susanto, Ketua KPAI.  

KPAI juga akan mendalami modus yg dilakukan, selain utk kepentingan pendalaman kasus juga untuk mengetahui trend modus terkini yang dilakukan terduga pelaku. Hal ini penting diketahui public agar meningkatkan kewaspadaan sekolah. Sekolah sejatinya menjadi tempat yang aman dan nyaman bgi peserta didik. 

"Info yang diperoleh KPAI menunjukan dugaan kuat bahwa pelaku melakukan perbuatan tidak senonohnya saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, antara lain mengajak anak-anak nonton bareng film porno dari handphonenya, dan mengajari anak-anak senam tangan (masturbasi)," urai Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.

Retno menambahkan,"Bahkan setiap jam pelajaran Bahasa Inggris terduga pelaku infonya memisahkan anak-anak perempuan dan anak laki-laki di dua kelas yang berbeda. KPAI setelah liburan Idul Fitri akan mendalami lebih jauh mengapa pihak sekolah tidak curiga dengan pemisahan kelas ini."

KPAI menghimbau teman-teman media untuk tidak menyebutkan nama sekolah ketika mereka merilis berita ini. "Walau bagaimanapun kita harus melindungi hak-hak anak yg bersekolah disana untuk terus  bersekolah dengan nyaman tanpa stigma," ujar Susanto.

TINDAKLANJUT

1. KPAI akan meminta penjelasan dari pihak kepolisian terkait progres penanganan kasus  ini dan memastikan kepolisian mengenakan Undang-Undang Perlidungan Anak terhadap pelaku. KPAI juga akan meminta ijin bertemu pelaku.
 

2. Seusai libur lebaran, KPAI akan mengajukan surat resmi kepada Walikota Depok untuk berkoordinasi dengan  Walikota depok dan sejumlah SKPD terkait untuk penanganan kasus ini  kedepannya, serta upaya penegahan agar tidak terjadi lagi di sekolah-sekolah di wilayah Depok.


3. KPAI akan memastikan program rehabilitasi para korban maupun ibu korban  yang bisa dilakukan oleh Dinas PPPA, P2TP2A dan Dinas Sosial kota Depok. KPAI akan mendorong pemerintah kota Depok bersinergi dengan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) untuk membantu rehabilitasi para korban dan ibunya. 


"KPAI juga akan bersurat kepada Rektor UI untuk membantu mengkomunikasikan dengan pihak UI terkait upaya membantu rehabilitasi psikologis para korban dan ibunya," terang Susanto,dalam rilisnya Senin ( 11/6/18 ) di Jakarta. 


4. KPAI juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Depok untuk evaluasi sistem perlindungan sekolah terhadap para siswanya selama berada di sekolah. Ini untuk seluruh sekolah di Depok agar kejadian serupa tidak terulang kembali. 


5. KPAI mengapresiasi 4 orangtua korban yang berani melaporkan kasus ini. Mereka sudah menyelamatkan banyak anak bangsa dengan melaporkan guru pelaku kekerasan seksual. Namun, karena masih banyak orngtua korban yang belum melapor, maka KPAI mendorong semua ortu sadar untuk melapor, terutama yang anaknya turut menjadi korban. 

"Hal ini juga  sebagai langkah agar anak mendapatkan perawatan dan penanganan yang  tepat. Saat ini yg melapor hanya 4 orang padahal korban diduga lebih dari 13 anak," terang Susanto lagi.


6. Menurut informasi, Sekolah tempat kejadian sudah menjalankan program Sekolah Rama Anak (SRA),  namun adanya kasus ini bukan  berarti SRA tidak ada gunanya karena SRA  adalah suatu proses berkesinambungan dan SD ini termasuk yang sedang dalam proses PEMAMPUAN, yaitu proses pemenuhan komponen SRA. 


"KPAI meminta masyarakaat dan media  agar media tidak gagal fokus dari pelaku kekerasan seksual menjadi menghakimi SRA. Apalagi, mengingat  pelaku dulu adalah korban, ini sejatinya justru semakin memperkuat alasan untuk memutus mata rantai kekerasan dan kecanduan pornografi di kalangan peserta didik," ujar Retno. 

Hasil kajian cepat yang dilakukan oleh Kementerian Perbedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)  tahun 2018 untuk melihat kondisi tahun 2017 menunjukka data bahwa  masih ada 16 persen kekerasan dari  guru ke murid yang terjadi di sekolah yang sudah menginisiasi SRA dan 23 persen bullying atau kekerasan antar sesame murid.( Zer/ Rls )

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال