Pemkab Sikka dan Jajarannya Sebaiknya Tidak Gegabah Melarang Bisnis Pakaian Bekas Impor



Pemkab Sikka dan Jajarannya Sebaiknya Tidak Gegabah Melarang Bisnis Pakaian Bekas Impor

Oleh : Thomy Bataona, Koordinator LBH Komnas PHD HAM Indonesia NTT


Sikka, IMC - Dengan adanya kejadian penangkapan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) tipe pratama Maumere via kapal patrolinya terhadap sebuah kapal kayu yang diduga menyelundupkan 1.167 karung pakaian bekas pada tanggal 27 Oktober 2017 itu maka menandakan bahwa pakaian bekas dilarang untuk diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan alasan karena pakaian bekas asal impor berpotensi membahayakan kesehatan manusia sehingga tidak aman untuk dimanfaatkan dan digunakan oleh masyarakat. 

Pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dinyatakan bahwa pakaian bekas asal impor berpotensi membahayakan kesehatan manusia dan tidak aman untuk digunakan oleh masyarakat sehingga impor pakaian bekas perlu dilarang. 

Importir yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan larangan impor pakaian bekas dikenai sanksi administratif dan sanksi lain sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan ditegaskan bahwa importir wajib mengimpor Barang dalam keadaan baru kecuali ditentukan lain oleh Menteri Perdagangan, selanjutnya ditekankan bahwa importir dilarang mengimpor barang yang ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk diimpor, dalam hal ini pakaian bekas dan importir yang mengimpor barang yang ditetapkan sebagai Barang yang dilarang untuk diimpor diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.

Selain sanksi pemidanaan maka pakaian bekas yang tiba di Indonesia pada saat atau setelah berlakunya peraturan larangan impor pakaian bekas wajib dimusnahkan. Secara hukum yang melakukan pengawasan terhadap keberadaan pakaian bekas asal impor itu adalah petugas pengawas di bidang Perdagangan untuk kemudian dilaporkan kepada penyidik yang berwenang, namun dalam kenyataannya TNI Angkatan Laut maupun aparat Bea Cukai juga melakukan pengawasan sekiranya ada kapal mencurigakan yang membawa barang ilegal berupa pakaian bekas. 

Walaupun keberadaan bisnis pakaian bekas asal impor sudah nyata-nyata dilarang dan diancam oleh sanksi pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku, namun keberadaannya sudah sedemikian eksis di Kabupaten Sikka dan seluruh Indonesia, apalagi bisnis jual-beli pakaian bekas sudah merupakan sumber penghidupan warga dimana warga rela menggadaikan sertifikat tanah dan rumah untuk bisa berbisnis pakaian bekas asal impor sehingga bisa terbayang betapa banyaknya pedagang pakaian bekas yang pasti bangkrut dan kehilangan nafkahnya bila hukum benar-benar ditegakkan. 

Bahkan kita semua juga harus akui bahwa bisnis pakaian bekas asal impor tersebut justru ikut mempertebal kocek para oknum pejabat yang berwenang melalukan pengawasan dan penindakan guna tetap bisa melanggengkan serta tidak mempersulit bisnis pakaian bekas asal impor. 

Kami menilai bahwa kalaupun Pemerintah Pusat tetap berniat melarang dan menerapkan sanksi pidana terhadap keberadaan bisnis pakaian bekas asal impor maka kompensasinya Pemerintah Pusat juga harus bisa secara nyata dan signifikan menyiapkan lahan dan lapangan pekerjaan yang memadai untuk masyarakat. Atau kalau menurut Pemerintah Pusat bahwa larangan impor pakaian bekas terbit karena adanya penelitian di dalam pakaian bekas terdapat bakteri yang membahayakan kesehatan, maka yang perlu dilakukan Pemerintah Pusat adalah bukan dengan melarang bisnis pakaian bekas asal impor, namun Pemerintah Pusat dan jajarannya dalam hal ini instansi bidang kesehatan, perindustrian, perdagangan dan penanaman modal untuk segera melakukan sertifikasi bebas bakteri bagi semua pakaian bekas yang banyak diperjualbelikan agar kemudian bisa dinyatakan layak untuk digunakan.


Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال