Komunikasi Lintas Generasi Perlu Dibudayakan



Jakarta, IMC - Dosen pengajar Komunikasi Politik dari Institut Bisnis dan Informatika (IBI) Kosgoro 1957 Agus Hitopa Sukma, SH., M.Si. menegaskan, komunikasi lintas generasi perlu dibudayakan oleh berbagai kalangan untuk menjaga agar Indonesia tetap dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika yaitu tetap ikut menjaga tegaknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).  Hal ini dikarenakan generasi now atau generasi masak kini seringkali acuh tak acuh dalam mensikapi peristiwa peristiwa kenegaraan.


Demikian dikemukakan Agus Hitopa dalam Pekan Seminar Empat Pilar MPR RI yang diselenggarakan IBI Kosgoro 1957 bekerjasama dengan Badan Pengkajian MPR RI di Jakarta, Senin (4/12). Acara yang dihadiri Rektor IBI Kosgoro 1957 Dr Haswan Yunas itu dibuka oleh Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI H Rambe Kamarun Zaman, M.Sc. Hadir pula Wakil Rektor III Andri Noer dan para dosen serta mahasiswa IBI Kosgoro 1957.

Dalam seminar yang mengambil tema tentang, “PENTINGNYA MEMBANGUN KOMUNIKASI LINTAS GENERASI UNTUK MENJAGA KEUTUHAN NKRI,” tersebut lebih lanjut Agus Hitopa mengatakan, era globalisasi telah menciptakan banyak paham, kebiasaan, sudut pandang, perspektif, interpretasi yang kian hari kian menjauhkan generasi dari budaya berpikir kedalaman. Kemajuan teknologi justru menciptakan klasifikasi generasi parsial yang kian melunturkan nilai-nilai keluhuran warisan para pendiri bangsa. Tumbuhnya generasi milenial sejalan dengan terhapusnya waktu untuk melahirkan generasi penerus ideal sebagaimana dicita-citakan oleh para pemikir bangsa. Kemerdekaan Indonesia justru mengarah kepada kebebasan tanpa nilai.

Menurut Agus Hitopa, untuk mengkomunikasikan misi keutuhan NKRI dibutuhkan komunikasi lintas generasi yang berisi pesan-pesan: Historis, Sosial-kultural dan Inklusif. Dalam komunikasi historis harus mengomunikasikan konteks pesan para pendiri bangsa untuk dicarikan konteksnya di masa kini. Dalam komunikasi sosio-kultural berisikan pesan-pesan kebanggaan pada budaya sendiri dan kritis pada budaya asing. Adapun komunikasi inklusif berisi pesan pelestarian budaya asli, antara lain gotong royong dengan implementasi kekiniannya.

Selanjutnya Ka Prodi Ilmu Komunikasi IBI Kosgoro 1957 menjelaskan, seiring dengan perkembangan jaman, banyak anak muda Indonesia yang kurang mengetahui apakah itu NKRI, apa saja fungsi dan tujuan NKRI, serta bagaimana proses pergantian bentuk negara Indonesia sampai memantapkan diri untuk kembali ke NKRI. Bangsa Indonesia pernah mengalami masa-masa sulit untuk menentukan jati dirinya. Untuk itulah kita sebagai generasi penerus bangsa ini harus pandai betul menjaga apa yang telah diperjuangkan oleh nenek moyang kita pada masa penjajahan dulu.

Ragam Generasi 
Era telah menciptakan jarak antar generasi antara lain adanya era generasi: Generasi Silent, yang kini usianya 69-86 tahun., generasi Boomer, yang kini usianya 50-70 tahun, Generasi X, yang kini berusia 34-39 tahun, Generasi Y atau Milenial, yang kini berusia 19 -33 tahun. Generasi Alpha, yang kini berusia 4-18 tahun.

Masing-masing generasi ini tentu memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyikapi konsep kenegaraan dan kebangsaan. Semakin terkini usia generasi akan semakin dekat dengan budaya teknologi kekinian, yang banyak menghabiskan waktu untuk bersosialisasi dalam dunia maya. Arus globalisasi yang banyak menawarkan budaya instan, sangat mempengaruhi cara berpikir pemuda. Budaya mereka adalah budaya media yang sangat meragukan untuk diyakini peduli dengan hal-hal kompleks tentang ketatanegaraan, apalagi implementasi pilar kebangsaan ataupun menjalin komunikasi lintas generasi. Semakin kekinian, nuansa individualisme dan pragmatisme semakin dominan.

Tantangan dan Hambatan 
Penghalang perilaku berkomunikasi lintas generasi antara lain sangat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: Asosiasi dirinya terhadap kelompok tertentu. Prejudice: sikap tidak adil terhadap orang lain yang didasarkan pada etnosentrisme, tendensi yang menganggap bahwa kelompok, budaya, etnis atau golongan yang kita miliki lebih tinggi atau lebih baik dari yang lain. Stereotip, anggapan terhadap sebagian kelompok tertentu yang diberlakukan untuk semua anggota kelompok mereka. Contoh: “semua orang kita materialis”. Diskriminasi, menghalangi seseorang atau sekelompok orang untuk masuk ke organisasi tertentu karena keterlibatan dalam kelompok atau organisasi lain.

“Keterbukaan media, khususnya televisi dan internet justru menambah paham-paham penghalang tersebut dalam bentuk-bentuk baru yang bercecabang. Hal ini semakin mempersulit hal-hal yang menuntut kedalaman berpikir, keseriusan berpikir terutama menyangkut keutuhan NKRI,” jelas Agus Hitopa seraya menambahlan, “Karena itu, formulasi pesan-pesan komunikasi lintas generasi harus dalam konteksnya yang sederhana, mudah diingat, diimplementasikan dan disebarluaskan. Hal-hal itu antara lain dapat dirumuskan dalam konsep-konsep JAS MERAH (Jangan Melupakan Sejarah).” 

Penulis :Alamsyah, S.Sos., M.I.Kom.

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال