Pidato Ketua Umum
Brigade Nusantara (Brinus)
Brigade Nusantara (Brinus)
Assalamu
‘alaikum Wr. Wb
Salam sejahtera untuk kita semua
Salam sejahtera untuk kita semua
Yang saya
hormati;
Bapak-bapak
para Penasehat dan Pembina Brinus
Saudara-saudara Ketua Brinus Wilayah dan Daerah seluruh Indonesia
Saudara-saudara generasi muda diseluruh tanah air
Saudara-saudara Ketua Brinus Wilayah dan Daerah seluruh Indonesia
Saudara-saudara generasi muda diseluruh tanah air
Melihat
situasi kehidupan bangsa dan Negara, maka selaku Ketua Brinus perlu
menyampaikan pidato, menyampaikan pandangan-pandangan Brinus tentang Indonesia.
Bapk/ibu/Saudara-saudara
yang saya hormati,
Gagasan
demokrasi Indonesia, bersifat universal. Demokrasi Indonesia lahir dan
berangkat dari pengalaman bangsa sendiri dan menerapkan demokrasi Indonesia
bukan dilakukan cara meniru demokrasi bangsa lain. Tapi dengan cara Indonesia
yang lahir dari rahim budaya bangsa.
Gagasan
demokrasi Indonesia tidak lahir dari suatu masyarakat yang hampa budaya. Nilai
dan norma yang hidup dan dihayati bangsa kita berbeda dengan nilai dan norma
yang hidup dan dihayati bangsa-bangsa lain. Jangan sampai kita menilai
kehidupan dan pertumbuhan bangsa kita itu sama dengan sistem nilai dan norma
bangsa lain yang tentu mempunyai sejarah dan kebudayaan sendiri.
Kesalahan
memakai ukuran nilai seringkali membuat orang tidak bisa menghayati apa yang
dikandung didalam bangsanya sendiri. Demokrasi kita bukanlah barang jadi.
Mewujudkan demokrasi tidak bisa satu malam langsung jadi. Demokrasi butuh
proses yang memerlukan pembinaan terus menerus.
Berdasarkan
pengalaman maka pembinaan kehidupan demokrasi memerlukan kehati-hatian. Kita
harus menjaga stabilitas nasional dan keutuhan bangsa. Sebab kalau tidak, maka
yang terjadi bukanlah proses makin maju melainkan sebaliknya makin mundur dalam
kehidupan demokrasi. Proses makin mundur akan terjadi apabila kita tidak bisa
menyerasikan kebebasan dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Baca juga : Indonesia Negara Beragama
Lebih dari
sekedar kebebasan, inti demokrasi adalah keselarasan. Sebab, demokrasi memang
dimaksudkan sebagai suatu sistem dan sekaligus mekanisme yang menampung dan
menyalurkan perbedaan-perbedaan pendapat sehingga tidak mengakibatkan tabrakan
satu sama lain di antara golongan-golongan masyarakat yang berbeda.
Demokrasi
Pancasila yang kita kembangkan, jelas-jelas tidak berdasarkan faham
individualisme melainkan faham kekeluargaan dan kegotong-royongan. Dengan
demikian, kita tidak menganggap kebebasan individu bersifat mutlak, melainkan
selalu harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. Di dalam kebebasan itu
harus selalu melekat dengan sendirinya tanggung jawab terhadap kepentingan umum
dan kepentingan bersama.
Sebagai proses
maka pembinaan kehidupan demokrasi tidaklah berada pada jalan yang lempang
dan datar. Walaupun begitu kita tetap berusaha membuat jalan demokrasi makin lebar dan menghindari kemungkinan membuat jalan demokrasi makin sempit. Hal inilah yang harus kita lakukan di era saat ini.
dan datar. Walaupun begitu kita tetap berusaha membuat jalan demokrasi makin lebar dan menghindari kemungkinan membuat jalan demokrasi makin sempit. Hal inilah yang harus kita lakukan di era saat ini.
***
Pancasila
adalah dasar Negara Indonesia, itu harga mati. Meskipun Indonesia merupakan
bangsa yang berketuhanan (sila pertama Pancasila) tapi Indonesia bukanlah
negara theokrasi (negara agama). Oleh karena itu untuk menjembataninya, maka
pemerintah mempunyai kewajiban untuk menjamin kehidupan beragama yang
sehat dan diatur dalam konstitusi.
Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti bahwa kedudukan manusia
sesuai dengan harkatnya sama sebagai makhluk Tuhan. Bertolak belakang dari
prinsip itu, sila kedua menolak rasialisme yang merugikan kehidupan masyarakat.
Karena tujuan dari sila ini adalah kebahagiaan rakyat bukan kebahagiaan
individu yang merugikan orang lain, maka kepentingan pribadi manusia harus
diselaraskan dengan kewajibannya sebagai anggota masyarakat.
Kemudian untuk
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, maka hukum harus ditegakan,
sehingga tindakan semena-mena seperti kekerasan, penyalahgunaan wewenang,
korupsi dll bertentangan dengan Pancasila.
Nasionalisme,
cinta Bangsa dan Tanah Air adalah syarat mutlak bagi pertumbuhan dan
kelangsungan hidup suatu bangsa, sebab tanpa nasionalisme sebuah bangsa akan
mudah terpecah belah, hal ini terangkum pada sila Persatuan Indonesia.
Nasionalisme
Pancasila yaitu usaha menghilangkan penonjolan kesukuan, keturunan ataupun
warna kulit, termasuk tata pergaulan yang ekslusif.
Baca juga : Perilaku Curang Membuat Demokrasi Cacat
Sebagai Ketua
Brinus Nasional, saya menghimbau agar semuanya berjalan dan seirama dengan
Pancasila, dari seluruh perbedaan perlu menyelaraskan kehidupannya sebagai
sesama Warga Negara Indonesia. Tujuannya supaya setara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ketika perbedaan sudah disamaratakan, maka lahirlah
kerukunan. Kerukunan hanya mungkin terwujud apabila dalam sebuah kelompok
maupun dengan kelompok lain bersatu di dalam keluarga besar bangsa Indonesia.
Sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawatan/perwakilan merupakan arti lain dari demokrasi, yakni pemerintahan
yang dibangun dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi Pancasila
berpangkal tolak dari faham kekeluargaan dan gotong-royong dimana demokrasi
harus bermanfaat untuk kepentingan umum.
Mengutamakan
kepentingan umum berarti mendahulukan kepentingan dan keselamatan bersama,
bukan kepentingan kelompoknya sendiri. Hal itu bisa terwujud bila kelompok
besar dan kecil bermusyawarah untuk mencapai mufakat bersama.
Kebulatan
mufakat bukan ditentukan oleh paksaan, yang artinya tidak satu golonganpun
semena-mena mempertahankan dan memaksakan kehendak pendiriannya. Karena dalam
demokrasi Pancasila jelas menolak diktaktor, baik diktaktor golongan maupun
kelas, namun yang ada hanya prinsip kepentingan rakyat yang didahulukan.
Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia pada prinsipnya adalah kemakmuran yang
merata diantara seluruh rakyat. Artinya seluruh potensi bangsa diolah
bersama-sama untuk kemudian dimanfaatkan bagi kebahagiaan seluruh rakyat.
Keadilan sosial juga berarti melindungi yang lemah untuk mencegah
kesewang-wenangan dari yang kuat. Untuk memajukan ekonomi dengan prinsip
pembangunan untuk kesejahteraan seluruh rakyat yang diutamakan adalah perbaikan
kehidupan warga bangsa agar lebih berkualitas.
Oleh karena
itu Pancasila perlu dilakukan pembinaan secara terus menerus, digerakkan oleh
pemerintah untuk menyebarkan Pancasila secara massal. Dulu di era Orde Baru
kuliah tentang Filsafat Pancasila telah menjadi kurikulum wajib di universitas
negeri setidaknya sejak 1971.
Pada 1973, MPR
telah menetapkan bahwa “kurikulum setiap jenjang pendidikan, dari kanak-kanak
sampai universitas, negeri maupun swasta, harus mencantumkan Pendidikan Moral
Pancasila (PMP) dan segi-segi yang lain yang sesuai untuk menularkan semangat/
jiwa dan cita-cita 1945 kepada generasi muda.
Hal ini
menyebabkan pada 1975 pelajaran PMP diperkenalkan di sekolah-sekolah,
menggantikan “Budi Pekerti” (ethics) dan “Pendidikan Kewarganegaraan” (civic).
Belasan buku teks diterbitkan pada 1976 dan 1977 untuk melayani pasar baru ini,
yang kebanyakan ditulis oleh staf menteri pendidikan dan universitas dan
semuanya discreening oleh panitia dari para pendukung ideologi militer.
Kampanye P4
yang dimulai pada 1978 dimaksudkan untuk mempengaruhi audiens yang lebih luas.
Untuk merencanakan kampanye P4 dan menyiapkan materi indoktrinasi, pemerintah
menciptakan sejumlah badan baru. Dari berbagai badan baru ini, yang tertinggi
adalah kelompok penasehat presiden yang diketuai Roeslan Abdulgani, disebut
“P7”.
Tugas P7
adalah melatih para penatar dan merancang materi indoktrinasi diberikan pada
team kedua, yang juga dipimpin oleh Abdulgani, yang melibatkan Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal Panggabean, dan empat
ajudan presiden dari Sekretariat Negara, Sudharmono, Moerdiono, Ismail Saleh
dan Hamid S. Attamimi SH.
Tanggungjawab
untuk melaksanakan program P4 yang sesungguhnya diberikan kepada organisasi P4
yang telah dibentuk pada Maret 1979, disebut Badan Pembinaan Pelaksanaan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disingkat BP7.
BP7 merupakan
birokrasi tersendiri yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, dengan
lokasi kantor pusat yang sangat bergengsi di Jakarta dan cabang-cabang di
tingkat propinsi dan kabupaten. Keanggotaan BP7 Pusat juga terdiri dari para
pejabat tinggi, mengindikasikan pentingnya program ini di mata Suharto. Anggota
BP7 meliputi Menteri Pendidikan, Daoed Joesoef, Menteri Penerangan, Ali
Moertopo dan juga Panggabean, Moerdiono, Nugroho Notosusanto dan ahli hukum
Universitas Indonesia profesor Pamo Wahyono SH.
Baca juga : Hukum Progresif
Organisasi BP7
sampai 1984 dipimpin oleh seorang ahli hukum militer (dan kemudian menjadi
Jaksa Agung), Mayjen Hari Suharto SH. Hari Suharto pernah bekerja sebagai
Inspektur Jenderal Pertanian di bawah Sutjipto selama dua tahun dan merupakan
teman dekat Sudharmono yang juga anggota aktif di BP7.
Kursus
indoktrinasi pada zaman itu, prinsipnya adalah bahwa kursus P4 akan dimulai di
pusat, dalam istilah Geertz, “pusat sebagai percontohan” dan menyebar ke luar
dengan intensitas yang berkurang melalui jabatan birokrasi dan kemudian pada
masyarakat secara keseluruhan.
Pada 1 Oktober
1978, Presiden membuka penataran P4 tingkat nasional yang pertama untuk para
pejabat senior. Para pejabat tinggi diwajibkan mengikuti penataran “Tipe A”
yang berlangsung selama beberapa bulan, termasuk mendengarkan ceramah,
berpartisipasi dalam diskusi dan menyiapkan serta menyajikan paper seminar.
Para birokrat
eselon dua mengikuti penataran “Tipe B” yang lebih singkat dan lebih sederhana,
dan seterusnya hingga barisan yang paling bawah. Penataran bagi pegawai
pemerintah tingkat rendah, seperti sopir dan juru ketik, hanya terdiri dari
ceramah beberapa hari.
Sistem
penaratan juga (dan tetap) diatur secara hirarkis. Para duta besar, rektor
universitas dan para pejabat tingkat tinggi lainnya menerima penataran langsung
dari anggota BP7, dalam kursus intensif yang berlangsung selama 120 jam.
Para lulusan
penataran P4 yang diadakan oleh pejabat BP7 pusat dan propinsi diberikan
derajat Jawa Kuno “Manggala” (komandan), yang memungkinkan mereka memberikan
penataran terhadap para pegawai lebih rendah dan bertindak sebagai juru bicara
ideologi bagi pemerintah. Pada setiap tingkatan, sepuluh lulusan terbaik
mendapatkan hak sebagai penatar, dengan cara ini, setahap demi setahap, P4
mencapai lebih dari dua juta pegawai negeri sipil dan perwira militer hinga
1983.
Kehadiran di
setiap sesi penataran P4 merupakan keharusan. Ketinggalan satu hari saja akan
berarti gagal mengikuti penataran. Tidak ada alasan yang dapat diterima bagi
ketidakhadiran, bahkan meskipun alasan itu adalah karena anggota keluarga
meninggal. Juga tidak cukup jika peserta hanya hadir, mereka juga harus
memiliki sikap yang benar. Warga negara Indonesia yang hidup di luar negeri
juga diwajibkan mengikuti panataran P4 di kedutaan-kedutaan besar dan konsular
mereka. Acara khusus “pengenalan” Pancasila selama tiga hari bahkan diberikan
di mana sejumlah pengusaha asing yang tinggal di Indoesia diminta menghadiri.
Pada tahun
1977-1978, Departemen Pendidikan mengadakan sejumlah revisi terhadap kurikulum
univeritas, yang menyebabkan diperkenalkannya kuliah Pancasila sebagai bagian
kurikulum dasar yang diwajibkan di semua lembaga pendidikan tinggi. Salah satu
edaran yang diberikan pada para pimpinan lembaga pendidikan tinggi dari Dirjen
Pendidikan Tinggi menunjukkan bahwa tujuan kualiah tersebut adalah untuk
menciptakan keyakinan pada Pancasila sebagai “Volkgeist” (jiwa) bangsa (aslinya
dari bahasa Jerman). Seperti dalam penataran P4, kuliah Pancasila di
universitas-universitas sebagian besar terdiri dari kuliah mengenai Pedoman P4,
UUD 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1978.
Pemusatan
propaganda ideologi secara nasional bagi orang dewasa disesuaikan dengan
pengawasan yang sama ketat terhadap produksi materi Pancasila untuk para siswa
sekolah. Tidak lama setelah Daoed Joesoef mengambil alih Menteri Pendidikan
pada Maret 1978, Darji diangkat Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Tanggung jawab
untuk Pendidikan Moral Pancasila (PMP) –yang dapat disejajarkan dengan P4 bagi
anak-anak sekolah yang hingga saat itu ditangani oleh unit utama pengembangan
kurikulum departemen, dilimpahkan hanya pada Darji. Buku teks yang dihasilkan
team Darji menjadi teks standar yang diwajibkan di semua sekolah. Nilai-nilai
yang disebarluaskan dalam kampanye ideologi Orde Baru paska 1978 dinyatakan
dengan jelas dalam buku teks PMP. Tema-tema kunci dalam buku teks ini adalah
hirarki, ketertiban, kepemimpinan, dan keluarga.
Memang benar
bahwa P-4 memiliki fungsi hubungan publik. Pemerintah jelas sangat ingin
memberikan kesan terhadap para pegawai negeri sipil pentingnya mempertahankan
standar moralitas yang tinggi. Karena target kritik mengalami perubahan, maka
fokus P-4 juga mengalami perubahan.
P4 mungkin
paling baik dipahami sebagai bagian dari misi jangka panjang untuk membersihkan
Indonesia dari sisa-sisa konflik dan persaingan dalam kebudayaan politik yang
lama dan untuk menggantikannya dengan wacana tradisi semu yang baru berupa
kepatuhan dan keserasian. Maka, satu tujuan utama kampanya P4 adalah untuk
membentuk rakyat Indonesia dalam citra yang baru, untuk menciptakan apa yang
disebut pemerintah “Manusia Pancasila” atau “Manusia Seutuhnya”.
***
Keadaan bangsa
saat ini berubah dan berubah dengan cepat. Kita perlu mengantisipasinya secara
baik demi keutuhan bangsa dan Negara. Brigade Nusantara (Brinus) memiliki
tanggungjawab moral terhadap kelangsungan kehidupan bangsa dan Negara.
Dalam
pandangan Brinus, pemerintah harus jalankan politik luar negeri secara baik,
harus dikemudikan dengan lincah, waspada dan berhati-hati. Pelaksanaan politik
luar negeri kita yang bebas aktif itu terus kita abdikan kepada kepentingan
nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang.
Kita memberi
tekanan penting pada masalah-masalah ekonomi, karena pembangunan ekonomi inilah
yang merupakan tugas nasional kita yang paling besar dewasa ini. Dalam hubungan
ini kerjasama di bidang ekonomi dengan negara-negara maju yang selama ini
ditempuh agar dilanjutkan dengan tetap menjaga jati diri bangsa ditingkat
bangsa-bangsa.
Di panggung
perjuangan ekonomi dunia, kita berjuang untuk mewujudkan keadilan ekonomi
internasional dan pembangunan negara-negara yang sedang membangun, dalam
kerangka besar pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru. Karena itu kita mengajak
seluruh dunia ketiga untuk menyatukan gagasan, kekuatan dan langkah bersama
agar keadilan ekonomi dunia benar-benar menjadi kenyataan. Tanpa ini maka
negara yang telah maju akan makin maju, dan negara yang masih terbelakang akan
tetap ter-belakang.
Kita menyadari
bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara yang sedang membangun banyak
dipengaruhi oleh situasi ekonomi dunia. Jelasnya, keadaan ekonomi dan
pembangunan kita banyak dipengaruhi oleh naik turunnya harga bahan mentah di
pasaran dunia. Karena itu kestabilan harga bahan mentah pada tingkat yang layak
merupakan salah satu perjuangan kita. Perjuangan yang penting ini telah
mencapai titik-titik terang, ialah dengan adanya kesepakatan dari negara-negara
industri untuk membentuk suatu "Dana Bersama" guna membiayai cadangan
bahan-bahan mentah tertentu yang diekspor oleh negara-negara yang sedang
membangun.
***
Setelah
mengamati kondisi kehdupan bangsa saat ini, tentu rasa prihatin itu ada, tapi
tidak perlu putus asa. Memang, masa lampau atau hari-hari kemarin telah kita
lewati dan berlalu. Kita tak mungkin menariknya kembali hari ini dan kedepan.
Disukai atau tidak, hari-hari kemarin dengan berbagai peristiwa dan kejadian,
menggembirakan maupun mengecewakan, sudah merupakan bagian dari sejarah bangsa
kita.
Kita tak
mungkin mengingkarinya. Kalau kita ingkari, hal itu berarti mengingkari sejarah
kita sendiri. Yang lebih penting bagi kita, bukanlah membanggakan keberhasilan
/ kemenangan atau sebaliknya meratapi kegagalan atau kekalahan kita. Yang
penting bagi kita adalah, bagaimana kita dapat mengambil pelajaran dari
pengalaman kemarin agar dalam melanjut-kan perjalanan selanjutnya kita tidak
akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan, agar kita mampu
menebus kegagalan-kegagalan yang pernah dialami yang ikut mengisi lembaran
hari-hari kemarin dengan bekerja lebih tekun, lebih tertib dan lebih
menghormati satu dengan yang lain.
Kemampuan kita
untuk bersikap dewasa dalam menanggapi berbagai kenyataan yang jelas tidak
seluruhnya menggembirakan itu pasti akan menghindarkan kita dari perasaan
kecewa dan putus asa. Bahkan semua itu akan menjadi bahan berharga untuk
melihat dan mengkaji kelemahan dan kekuatan kita, kekurangan dan kelebihan
kita, yang sangat besar artinya dalam rangka mengurangi masa depan dengan
segala tantangan dan masalahnya. Tantangan yang cukup besar, seperti yang kita
ketahui saat ini, agar disikapi dengan hati-hati dan penuh rasa tanggungjawab.
Dengan
menyadari sepenuhnya akan segala kelangkaan dan keterbatasan kita, kita harus
berjalan dengan langkah maju, yang mantap menuju masa depan yang lebih baik.
Jangan kita mewariskan ketidak pastian masa depan bagi generasi pelanjut kita.
Kita tidak ingin membuat mereka bergerak dari titik awal kembali. Sudah barang
tentu hal ini menuntut kita untuk tidak bersikap tergesa-gesa, ingin memetik
dan menikmati buah pembangunan secepat mungkin. Kenikmatan yang kita rasakan
sebagai generasi tua, justru karena kita dengan segala jerih payah dan
keprihatinan berusaha sekuat tenaga untuk membuat generasi setelah kita, dapat hidup
lebih layak dan lebih baik dari generasi sekarang.
Saya mengajak
kepada seluruh anggota Brinus di seluruh Indonesia, agar selalu memajukan tekad
dan menyerasikan langkah dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup
berbangsa yang harmonis dan selaras dalam bingkai persatuan. Arungi masa depan
bangsa seraya tetap berdiri di atas garis lurus yang
berpangkal pada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
berpangkal pada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Hanya dengan
kesetiaan pada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 kelestarian dan keutuhan
bangsa kita dapat terpelihara. Hanya dengan kesetiaan pada cita-cita Proklamasi
17 Agustus 1945 Masyarakat Pancasila dapat kita wujudkan.
Semoga Allah
Yang MAHA ESA senantiasa memberkahi segala usaha kita.
Sekian dan
terima kasih.
Jakarta, 10
Mei 2017
Ketua Umum
BRIGADE NUSANTARA,
BRIGADE NUSANTARA,
ENDRI HENDRA
PERMANA